TUGAS
MATA KULIAH
BAHSUL
KUTUB IV
SEMESTER
VII NON REGULER FAKULTAS TARBIYAH
Dosen Pengampu : H. Subaidi, S.Pd.I., M.Pd.
Disusun
Oleh :
1. M.
Mahsufun Nuha
2. Muadhom
![]() |
|||
![]() |
INSTITUT ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ ( INISNU
) JEPARA
TH. PELAJARAN 2012/2013]
BAB
I
PENDAHULUAN
Rasanya tak habis-habisnya kita mesti bersyukur kepada Allah, karena
dari limpahan rahmat dan karuniaNya, hingga kini kita tetap tegar menjaga
keimanan kita sebagai tingkat nikmat yang paling tinggi. Sanjungan shalawat
kita sampaikan kepada junjungan kita Rasulullah SAW, yang mana telah berjasa
menyampaikan kebenaran kepada kita semua.
Ilmu, telah menjadi simbol kemajuan dan kejayaan suatu bangsa. Islam
merupakan agama yang punya perhatian besar kepada ilmu pengetahuan. Islam
sangat menekankan umatnya untuk terus menuntut ilmu.
Ayat pertama yang diturunkan Allah adalah Surat Al-‘Alaq, di dalam
ayat itu Allah memerintahan kita untuk membaca dan belajar. Allah mengajarkan
kita dengan qalam – yang sering kita artikan dengan pena.. Akan tetapi
sebenarnya kata qalam juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang yang dapat
dipergunakan untuk mentransfer ilmu kepada orang lain. Kata Qalam tidak
diletakkan dalam pengertian yang sempit. Sehingga pada setiap zaman kata qalam
dapat memiliki arti yang lebih banyak. Seperti pada zaman sekarang, komputer dan
segala perangkatnya termasuk internet bisa diartikan sebagai penafsiran kata
qalam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hadits dari
Abdillah bin Umar
وعن عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما عن رسول الله صلى
الله عليه وسلم قال قليل العلم خير من كثير العبادة وكفي بالمرء فقها اذا عبد الله
وكفى بالمرء جهلا اذا اعجب برأيه. رواه طبرانى فى الاوسط وفى اسناده اسحاق بن اسيد
وفه توثيق لين ورفع هذا الحد يث غريب قال البيهقى ورويناه صحيحا من قول مطرف بن
عبد الله بن الشخير ثم ذكره والله اعلم.
Artinya
: Hadits di riwayatkan dari Abdillah bin
Umar Ra, dari rosulillah SAW bersabda : sedikitnya ilmu itu lebih baik daripada
banyaknya ibadah, Dan setiap indifidu cukup mempalajri ilmu fiqih ketika mau
beribadah kepada Allah. Dan setiap individu cukup bodoh ketika mengagung -
agungkan pendapatnya sendiri.( HR imam Tobroni didalam kitab AL ausad di ambil
dari Ishaq bin Asid, hadits ini di angkat karna ada kesamaran. Dan imama
Baihaqi meriwayatkan dengan hadits Shoheh yang di ambil dari perkataan imam
matruf bin abdillah bin Syakhir Kemudiaan imam baihaqi berkata Wallahu A’lam.)
B.
Hadits
dari Abi Hurairoh RA
عن ابى هريرة رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من نفس عن
مؤمن كربة من كرب لدنيا نفس الله عنه كربة من كرب يوم القيامة, ومن ستر مسلما ستره
الله فى الدنيا والاخرة ومن يسر على معسر
يسر الله عليه فى الدنياوالاخرة, والله فى عون العبد ما كان العبد فى عون اخيه ومن
سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له به طريقا الى الجنة وما اجتمع قوم فى بيت من
بيوت الله يتلون كتاب الله ويدراسونه
بينهم الى حفتهم الملائكة ونزلت عليهم السكينة وغشيتهم الرحمة وذكرهم الله
فيمن عنده ومن ابطأ به لم يسرع به نسبه رواه مسلم وأبو داود والترمذى والنسائ وابن
ماجه وابن حبان فى صحيحه والحاكم وقال صحيح على شرطهما .
Artinya : Hadits di riwayatkan dari Abi Hurairoh RA Rasulullah SAW Bersabda : Barang siapa yang meringankan kesusahan orang mukmin, dari
kesusahan dunia, Maka Allah akan meringankan kesusahan orang itu di hari kiamat,
Dan barangsiapa yang menutupi kejelekan orang mukmin maka Allah akan menutupi
kejelekan orang itu di dunia dan akhirat,Barang siapa yang memudahkan Urusan
orang yang kesulitan maka Allah akan memudahkan urusan orang itu di dunia dan akhirat, Allah akan
selalu menolong hambanya yang suka menolong saudaranya. Dan Barangsiapa yang
menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan
menuju ke surge. Tidaklah berkumpul suatu kaum di dalam masjid dia mengambil Al
Quran dan di antara mereka membacanya
kecuali malaikat- malaikat membentangkan sayapnya dan menurunkan ketentraman dan malaikat
menyelubungi dengan kasih sayang
C. Uraian Analisa
a. Keutamaam Orang
Yangberilmu Dibanding Ahli Ibadah
Diantara hikmah ilahi, Allah -Subhanahu
wa Ta’la- menciptakan kegelapan sebagai waktu untuk beristirahat bagi
makhluk hidup dan untuk mendinginkan suhu udara bagi tubuh makhluk hidup dan
tumbuh-tumbuhan. Allah tidak membiarkan malam gelap dan kelam tanpa ada cahaya
sedikitpun, sehingga makhluk hidup tidak dapat bergerak dan beraktifitas. Itu
merupakan konsekuensi hikmah Allah-Azza Wa Jalla-; Dia menerangi malam
dengan sedikit cahaya. Berhubung makhluk hidup kadangkala butuh bergerak,
berjalan dan melakukan pekerjaan pada malam hari yang tidak dapat dilakukan
pada siang hari, karena sempitnya waktu siang, ataukah karena panasnya yang
sangat, ataukah karena takut keluar pada siang hari sebagaimana halnya
kebanyakan hewan-hewan. Lantaran itu, Allah -Subhanahu wa Ta’la-mengerahkan
tentara-tentara cahaya untuk membantu makhluk hidup di kegelapan malam. Allah
menyediakan bulan dan bintang pada malam hari, sehingga makhluk hidup dapat
melakukan banyak pekerjaan, misalnya bersafar, bercocok tanam atau pekerjaan
lainnya yang biasa dilakukan oleh para petani.
Cobalah perhatikan cahaya rembulan
di kegelapan malam dan cobalah renungi hikmah yang tersembunyi di balik itu.
Allah menciptakan cahaya bulan tidak seterang cahaya matahari agar tampak
perbedaan antara siang dan malam. Sebab jika sama terangnya, maka akan luputlah
hikmah pergantian siang dan malam yang telah ditetapkan oleh Allah Yang Maha
Perkasa lagi Maha Mengetahui. Cobalah perhatikan hikmah yang Allah ciptakan
pada bintang-bintang yang bertaburan di langit dan keajaiban penciptaannya.
Bintang-bintang itu menghiasi gelapnya malam sehingga menambah kecantikan
langit di malam hari dan laksana kompas bagi manusia dalam menentukan arah
jalan yang tidak ia ketahui di darat dan di lautan.
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi
wasallam- pernah menjadikan kedua makhluk ini sebagai perandaian dan
perumpamaan yang indah, tatkala Beliau -Shollallahu ‘alaihi wasallam-
bersabda,
فضل العالم على العابد كفضل القمر على
ساتر الكواكب ان العلماء ورثة الامبياء ان
الامبياء لم يوارثوا دينار ولا درهما انما
ورثوا العلم فمن اخذه اخذ بحط وافر.
Artinya (“Keutamaan
orang yang berilmu dibanding dengan ahli ibadah, seperti keutamaan bulan
purnama atas seluruh bintang-bintang. Sesungguhnya para ulama adalah
pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidaklah mewariskan dinar dan dirham,
(tetapi) mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa mampu mengambilnya, berarti dia
telah mengambil keberuntungan yang banyak.” [HR.Abu Dawud (3641),
At-Tirmidzi(2682)].
Mungkin akan timbul pertanyaan di
benak kita, mengapa Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-
mempermisalkan orang yang berilmu dengan bulan purnama, sedangkan ahli
ibadah dengan bintang-bintang? Oleh karenanya, marilah kita menyimak
penjelasan dari para ulama kita.
a)
Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali-hafizhohullah- berkata dalam menjelaskan hadits
ini:”Dipermisalkan keutamaan orang alim dengan ahli ibadah seperti
keutamaaan bulan purnama atas seluruh bintang merupakan permisalan yang sesuai
dengan kondisi bulan purnama dengan bintang-bintang. Sebab bulan purnama
menerangi ufuk dan memancarkan cahayanya ke seluruh penjuru alam. Demikianlah
keadaannya orang yang alim. Adapun bintang-bintang, maka cahayanya tidak
melampaui dirinya sendiri atau sesuatu yang dekat dengannya. Ini adalah kondisinya
ahli ibadah. Cahaya ibadahnya hanya mampu menerangi dirinya, tanpa selain
dirinya. Kalaupun cahaya ibadahnya mampu menerangi selainnya, maka jangkauan
cahayanya tidaklah jauh sebagaimana terangnya bintang yang hanya sedikit”.
[Lihat Bahjatun Nazhirin Syarhu Riyadhus Shoolihin (2 /472)]
b)
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah -rahimahullah- berkata, “Di
dalam perumpamaan tersebut terdapat mutiara yang lain, yaitu bahwa kejahilan
laksana malam dalam kegelapannya. Para ulama dan ahli ibadah seperti kedudukan
bulan dan bintang-bintang yang terbit dalam kegelapan itu. Keutamaan cahaya
seorang yang berilmu dalam kegelapan itu dibandingkan cahaya seorang yang ahli
ibadah seperti keutamaan cahaya bulan dibandingkan bintang-bintang”.[Lihat
Miftah Dar As-Sa'adah (1/259), tahqiq Ali bin Hasan Al-Atsariy].
Jika kita memperhatikan keadaan
bulan purnama, maka kita menyaksikannya, walaupun dia hanya sendiri, namun
sudah cukup untuk menerangi gelapnya malam. Tetapi, walaupun jumlah bintang
bermilyar-milyaran, namun jumlah yang banyak itu tidak mampu menerangi malam.
Hal ini disebabkan karena cahaya bintang sangatlah sedikit, sehingga ia hanya
mampu menerangi dirinya sendiri, tanpa yang lainnya.
c)
Al-Qodhi Iyadh -rahimahullah- berkata, “Nabi
-Shallallahu alaihi wa sallam- menyerupakan orang yang berilmu dengan bulan,
ahli ibadah dengan bintang-bintang, karena kesempurnaan ibadah, dan cahayanya
tak akan melampaui diri ahli ibadah tersebut. Sedang cahaya orang berilmu akan
terpancar kepada yang lainnya”. [Lihat Tuhfah Al-Ahwadziy (6/481)]
Orang yang berilmu akan menjadi berkah dimanapun ia berada.
Ia bisa mengajari manusia dengan ilmu yang bermanfaat. Sehingga manusiapun bisa
berjalan di muka bumi dengan cahaya ilmu yang akan menuntun mereka dalam
gelapnya alam kejahilan. Seluruh manusia akan mengambil manfaat darinya, baik
yang jauh maupun yang dekat, yang besar maupun yang kecil sebagaimana para
makhluk dapat mengambil manfaat dari cahaya bulan purnama baik yang jauh maupun
yang dekat. Bahkan hewan-hewan yang melata di muka bumi serta ikan- ikan yang
berada di dasar lautan merasakan manfaatnya sehingga merekapun memintakan
ampunan bagi orang-orang yang berilmu. Hal ini sebagaimana sabda Nabi -Shallallahu
alaihi wa sallam-,
وَ إِنَّ اْلعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ
لَهُ مَنْ فِيْ السَّمَاوَاتِ وَ مَنْ فِيْ الأَرْضِ حَتَّى اْلحِيْتَانِ فِيْ
المَاءِ
“ Sesungguhnya orang yang berilmu akan dimintakan ampunan
oleh para makhluk yang berada di langit dan di bumi bahkan sampai ikan-ikan
besar yang berada di dasar lautan ” [HR. Abu Dawud (3641) dan At-Tirmidzi (3682)].
Iniliah keutamaan ilmu. Namun perlu
diketahui, ketika kita mendapatkan kata “ilmu” ( الْعِلْمُ ) di dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah, maka yang dimaksud
adalah ilmu agama . Yaitu ilmu tentang syari’at Allah yang diturunkan kepada
Rasul-Nya -Shollallahu alaihi wa sallam- berupa wahyu yang menjadi
keterangan dan petunjuk. Telah dimaklumi bahwa para Nabi -alaihi salaam-
tidaklah mewariskan kepada umatnya ilmu perekonomian dan perindustrian atau
yang berhubungan dengannya. Namun, yang mereka wariskan hanyalah ilmu syari’at
alias ilmu wahyu, bukan yang lainnya!! [Lihat Kitab Al-Ilm (hal.
9) karya Syaikh Al-Utsaimin, cet. Dar Al-Itqon, Mesir]
Namun bukan berarti mempelajari ilmu
selain agama tidaklah penting. Sebab tidak bisa dipungkiri bahwa ilmu-ilmu
tersebut memiliki manfaat yang bisa kita rasakan. Akan tetapi, ilmu-ilmu
tersebut pemanfaatannya memiliki dua sisi. Jika ilmu-ilmu tersebut digunakan
untuk bermaksiat dan membuat kerusakan di muka bumi, maka ia akan menjadi suatu
hal yang tercela. Namun Jika digunakan untuk menopang ketaatan kepada Allah dan
untuk menolong agama-Nya serta manusia pun dapat mengambil manfaat dari
ilmu-ilmu tersebut, maka ilmu-ilmu tersebut merupakan suatu kebaikan dan
kemaslahatan. Bahkan bisa menjadi wajib mempelajarinya dalam keadaan tertentu,
apabila perkara itu masuk dalam firman Allah -Azza wa Jalla-
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja
yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang”. (QS. Al-Anfal: 60).
Akan tetapi, kondisi kaum muslimin
pada hari ini sangat memprihatinkan. Mereka berlomba-lomba mengejar ilmu dunia
dan lari meninggalkan ilmu agamanya. Bahkan yang lebih mencengangkan lagi, ketika
mereka menganggap bahwa mempelajari ilmu agama adalah sebuah kemunduran.
Setan menghias-hiasi di mata mereka bahwa ilmu-ilmu dunia merupakan jalan
menuju kesejahteraan hidup dan kebahagiaan. Sedangkan mempelajari ilmu agama
Allah akan membuat hidup sengsara, miskin dan tidak memiliki masa depan. Hal
ini bisa kita lihat di sekitar kita. Para orang tua sekarang merasa malu
jika ia memasukkan anak-anaknya untuk belajar di pondok-pondok pesantren. Sebaliknya,amat
bangga jika menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah terkenal yang tidak punya
perhatian dengan agama, walaupun harus membayar mahal. Mereka berusaha dengan
keras agar anaknya bisa masuk ke sekolah tersebut, walaupun harus gali lobang,
tutup lobang dan makan apa adanya. Tetapi ketika anak-anaknya menjadi brandalan
dan sampah masyarakat, serta bodohnya minta ampun, maka merekapun mulai mencari
pondok-pondok pesantren terdekat untuk anak brandal mereka. Ibaratnya pesantren
adalah bengkel bagi barang rongsokan yang tidak lagi bisa dimanfaatkan.
Wahai kaum muslimin, apakah ini sumbangsih kalian kepada
islam!!! Pada hari ini, Islam juga butuh dengan otak-otak yang jenius.
Pesantren-pesantren juga butuh dengan anak-anak yang cerdas sehingga dapat
melahirkan ulama-ulama seperti Al-Imam Malik, Al-Imam Asy-Syafi’iy, dan Ahmad -rahimahullah-
.
Lalu bagaimanakah cara kita untuk
melindungi diri dan keluarga kita dari api neraka jika kita tidak memiliki ilmu
agama!?! Kita tidak mengetahui mana yang halal dan yang haram. Oleh karenanya,
kita harus segera menyadari sebelum semuanya terlambat bahwa tidak ada jalan
menuju kebahagiaan yang hakiki kecuali harus kembali mempelajari agama yang
mulia ini. Bukan berarti semua orang harus menjadi ulama atau ustadz, sebab
kaum muslimin juga butuh kepada polisi, montir, dokter, dan yang lainnya. Akan
tetapi yang kami maksudkan adalah setiap muslim memahami dengan benar
prinsip-prinsip agamanya yang berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai
dengan pemahaman para sahabat Nabi -Sholllallahu alaihi wa sallam- .
Sebab, seseorang yang memiliki ilmu agama akan senantiasa mendapatkan kebahagiaan,
bukan hanya di dunia saja, juga tetapi di alam barzakh dan di akhirat kelak.
Rasulullah -Sholllallahu alaihi wa sallam- bersabda,
b.
Internalisasi
Nilai-nilai Ilmu Islam Dalam Pola Kehidupan
Agama Islam sebagai agama penyempurna agama-agama terdahulu,
sebagai petunjuk yang benar bagi seluruh umat manusia adalah agama yang tidak
perlu diragukan lagi kebenarannya. Islam mengatur segala sisi kehidupan mulai
dari hal-hal terkecil sampai yang paling besar. Mulai dari mengatur diri
sendiri sampai mengatur sebuah daulah (negara). Yang lebih penting lagi bahwa
agama Islam diturunkan untuk rahmat bagi seluruh alam, bukan hanya untuk umat
Islam itu sendiri.
Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam tentunya juga harus
bisa mengayomi semua orang yang berada atau berdampingan dengan umat muslim itu
sendiri. Hal itu sebenarnya sudah pernah terjadi pada saat masa kegemilangan
Islam di berbagai bagian dunia seperti Baghdad, Spanyol, dan lain sebagainya.
Disana terlihat betapa kemajuan Islam di berbagai sisi kehidupan baik pendidikan,
teknologi, politik, dan lain sebagainya.
Masyarakat yang hidup saat itu pun tidak hanya dari kalangan
kaum muslim. Disana juga hidup berbagai macam agama diantaranya adalah Yahudi
dan Nasrani, tapi mereka bisa hidup berdampingan dengan tentram dan damai.
Inilah bukti yang pernah terjadi bahwa Islam merupakan rahmat bagi seluruh
alam. Nah, apakah hal itu tidak mungkin terjadi kembali? Bagaimana dengan
bangsa Indonesia yang merupakan negeri dengan penduduk Islam terbesar di dunia?
Indonesia merupakan negara yang sangat beragam baik suku,
budaya, ras, dan agama. Negara yang merupakan mayoritas penduduknya muslim ini
menyimpan potensi yang sangat besar baik dari sumber daya manusia maupun sumber
daya alamnya. Hal ini sebenarnya merupakan peluang yang sangat besar jika kita
semua mampu memanfaatkannya dengan baik.
Dengan mayoritas penduduknya yang beragama Islam, Indonesia
sebenarnya sudah cukup terwarnai oleh nilai-nilai Islam itu sendiri. Hal itu
bisa dilihat dari proses Indonesia menuju kemerdekaan. Pejuang-pejuang yang
sebagian besar muslim itu termasuk santri dan para kiai, berjuang keras untuk
mengusir penjajah dari negeri ini. Banyaknya organisasi-organisasi Islam yang
berdiri pada waktu itu juga banyak memberikan sumbangan perjuangan kepada bangsa
Indonesia.
Tidak hanya ketika berjuang merebut kemerdekaan, ketika
Indonesia sudah merdeka pun umat Islam merupakan kelompok sentral untuk mengisi
kemerdekaan RI. Perjuangan untuk meletakkan nilai-nilai Islam pun dilakukan.
Hal ini wajar karena kemerdekaan yang diraih juga merupakan sumbangsih dari
umat Islam pada waktu itu. Konstitusi yang disusun pada awal kemerdekaan pun
hampir sempurna dengan adanya Piagam Jakarta yang merupakan implementasi dari
perwujudan nilai-nilai Islam. Meskipun dengan berjalannya waktu, dengan
pertimbangan berbagai macam faktor, akhirnya piagam jakarta tersebut diganti
sebagai Pnacasila yang berlaku sampai saat ini.
Lalu bagaimana dengan kondisi Islam dan Indonesia saat ini?
Kita lihat kondisi bangsa ini yang terkena berbagai macam masalah yang sangat
kompleks. Mulai dari kasus korupsi, penggelapan pajak, pornografi, pergaulan
bebas, kemiskinan dan lain sebagainya. Masalah-masalah yang datang pun begitu
bertubi-tubi. Lalu bagaimana peran umat Islam di Indonesia saat ini?
Islam diturunkan sebagai agama yang benar. Umat kita adalah
umat yang terbaik yang seharusnya dimana ada umat Islam maka disanalah
peradaban utama berkembang. Ada beberapa sebab tentang krisis multidimensi yang
dialami Indonesia, namun diantara sebagian banyak masalah tersebut saya
berpandangan bahwa hal itu berawal dari terjadinya degradasi nilai-moral dan
spiritual.
Begitu banyak orang pintar di negeri ini, begitu banyak
orang cerdas di negeri ini. Bahkan orang-orang yang duduk di pemerintahan pun
merupakan orang-orang yang ahli di bidangnya masing-masing. Tetapi justru
ornag-ornag yang tersandung masalah-masalah seperti korupsi dan lain-lain
merupakan orang-orang yang pandai secara intelektual.
Maka disinilah peran umat Islam untuk membumikan nilai-nilai
moral dan spiritualnya yang bersumber dari wahyu Ilahi. Nilai-nilai itu harus
bisa meresap dalam pribadi tiap-tiap orang. Sehingga apapun yang dilakukan
selalu berpijak dari nilai-nilai yang ada tersebut. Bila nilai-nilai itu sudah
terinternalisasi maka yang diperlukan selanjutnya adalah mengembangkan ranah
intelektual pada setiap individu.
Iman dan ilmu tentunya tidak bisa terlepas dari diri seorang
muslim. Kita tentu harus mempunyai ilmu yang mumpuni untuk membangun bangsa ini
ke depannya. Sebagaimana dalam kitab suci bahwa orang-orang yang beriman dan
berilmu pengetahuan akan ditinggikan beberapa derajat.
Satu hal lagi yang diperlukan bangsa ini adalah suatu
kepemimpinan yang mampu membawa bangsa ini sebagai simbol peradaban.
Kepemimpinan islam harus bisa menjawab tantangan dan kebutuhan negeri ini.
Kepemimpinan negeri ini harus bisa mengelola secara proporsional kemajemukan
yang ada. Bangsa ini memerlukan kepemimpinan yang kuat untuk menjadi jembatan
komunikasi umat dan perekat kemajemukan, sehingga dapat menggerakkan dan
menyalurkan setiap potensi umat dalam menentukan arah pembangunan bangsa.
Untuk mencapai visi kepemimpinan tersebut, maka hanya
kepemimpinan Islamilah yang dapat mengembannya. Karakter tersebut diantaranya
adalah seorang pemimpin harus bisa mengedepankan musyawarah. Seorang pemimpin
juga harus memberikan kemanfaatan dan kemaslahatan yang maksimal kepada umat.
Serta kepemimpinan Islam harus mampu menjadi uswatun hasanah. Dengan
aspek-aspek tersebut diharapkan Indonesia dapat menjadi negeri yang baldatun,
thayyibun wa rabbun ghafur dan sebagai pioner peradaban utama.
BAB III
KESIMPULAN
A. Orang berilmu bak bulan
purnama dan Ahli ibadah bagaikan bintang
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi
wasallam- pernah menjadikan kedua makhluk ini sebagai perandaian dan
perumpamaan yang indah, tatkala Beliau -Shollallahu ‘alaihi wasallam-
bersabda, yang Artinya (“Keutamaan orang yang berilmu dibanding dengan ahli
ibadah, seperti keutamaan bulan purnama atas seluruh bintang-bintang.
Sesungguhnya
para ulama adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidaklah mewariskan
dinar dan dirham, (tetapi) mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa mampu
mengambilnya, berarti dia telah mengambil keberuntungan yang banyak.” [HR.Abu Dawud (3641),
At-Tirmidzi(2682)].
Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali-hafizhohullah- berkata dalam menjelaskan hadits
ini:”Dipermisalkan keutamaan orang alim dengan ahli ibadah seperti
keutamaaan bulan purnama atas seluruh bintang merupakan permisalan yang sesuai
dengan kondisi bulan purnama dengan bintang-bintang. Sebab bulan purnama
menerangi ufuk dan memancarkan cahayanya ke seluruh penjuru alam. Demikianlah
keadaannya orang yang alim. Adapun bintang-bintang, maka cahayanya tidak
melampaui dirinya sendiri atau sesuatu yang dekat dengannya. Ini adalah
kondisinya ahli ibadah. Cahaya ibadahnya hanya mampu menerangi dirinya, tanpa
selain dirinya. Kalaupun cahaya ibadahnya mampu menerangi selainnya, maka
jangkauan cahayanya tidaklah jauh sebagaimana terangnya bintang yang hanya
sedikit”. [Lihat Bahjatun Nazhirin Syarhu Riyadhus Shoolihin
(2 /472)]
B.
Internalisasi
Nilai-nilai Ilmu Islam Dalam Pola Kehidupan
Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam tentunya juga harus
bisa mengayomi semua orang yang berada atau berdampingan dengan umat muslim itu
sendiri. Hal itu sebenarnya sudah pernah terjadi pada saat masa kegemilangan
Islam di berbagai bagian dunia seperti Baghdad, Spanyol, dan lain sebagainya.
Disana terlihat betapa kemajuan Islam di berbagai sisi kehidupan baik
pendidikan, teknologi, politik, dan lain sebagainya.
Daftar
pustaka
·
Buletin Jum’at At-Tauhid edisi 116
Tahun II. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Jl. Bonto Te’ne No.
58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar