PERADABAN ISLAM DI MASA AL-MAKMUN
- I.
PENDAHULUAN
Proses pendidikan sebenarnya telah
berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang sejalan dengan perkembangan sosial
budaya manusia di bumi. Proses pewarisan dan pengembangan budaya manusia yang bersumber
dan berpedoman pada ajaran Islam sebagaimana termaktub dalam Al Qur`an dan
terjabar dalam Sunnah Rasul bermula sejak Nabi Muhmmad SAW menyampaikan ajaran
tersebut pada umatnya.
Pembahasan tentang pertumbuhan dan
perkembangan pendidikan Islam dibagi dalam lima periodisasi, yaitu periode
pembinaan pendidikan Islam pada masa Nabi Muhammad SAW, periode pertumbuhan
pendidikan Islam yang berlangsung sejak Nabi Muhammad SAW wafat sampai masa
akhir Bani Umayyah, periode kejayaan (puncak perkembangan) pendidikan Islam
yang berlangsung sejak permulaan Daulah Abbasiyah sampai jatuhnya Baghdad,
periode kemunduran pendidikan Islam, yaitu sejak jatuhnya Baghdad sampai
jatuhnya Mesir ke tangan Napoleon yang ditandai dengan runtuhnya sendi-sendi
kebudayaan Islam dan berpindahnya pusat-pusat pengembangan kebudayaan ke dunia
Barat dan periode pembaharuan pendidikan Islam yang berlangsung sejak
pendudukan Mesir oleh Napoleon sampai masa kini yang ditandai dengan
gejala-gejala kebangkitan kembali umat dan kebudayaan Islam.
Dalam makalah ini akan dibahas
Sejarah Pendidikan Islam pada masa Al-Ma’mun yang berlangsung sejak permulaan
Daulah Abbasiyah yang diwarnai oleh berkembangnya ilmu aqliyah dan timbulnya
madrasah serta memuncaknya perkembangan kebudayaan Islam.
Pembahasan pada masa ini merupakan
rangkaian pembahasan Sejarah Pendidikan Islam, Karena pada hakikatnya suatu
peristiwa sejarah seperti halnya Sejarah Pendidikan Islam selalu berkaitan
dengan peristiwa lainnya yang saling berhubungan yang mengakibatkan terjadinya
rentetan peristiwa serta memberinya dinamisme dalam waktu dan tempat.
Semoga dengan makalah ini pembaca
dapat menambah pengetahuan tentang peristiwa sejarah khususnya Sejarah
Pendidikan Islam pada Masa Al-Makmun.
- II.
RUMUSAN MASALAH
- Riwayat Hidup Al-Makmun?
- Perluasan Daerah Islam Selama
Pemerintahan Al-Makmun?
- Sistem Ketatanegaraan
Al-Makmun?
- Bagaimana Masa kejayaan
al-Makmun?
- III. PEMBAHASAN
- A. Riwayat
Hidup Al-Ma’mun
Al-Makmun Abdullah Abu Al-Abbas bin
Ar-Rasyid, dilahirkan pada tahun 170 H, tepat pada malam jum’at di pertengahan
bulan Rabi’ul Awwal. Pada malam itu bersamaan dengan kematian Al-Hadi dan
digantikan oleh ayahnya, Ar-Rasyid.
Ibunya adalah mantan budak yang
kemudian dikawini oleh ayahnya. Namanya Murajil, dia meninggal saat masih dalam
keadaan nifas setelah melahirkan Al-Ma’mun, sejak kecil Al-Ma’mun telah belajar
banyak ilmu. Dia menimba ilmu hadits dari ayahnya dari Hasyim, dari Ibad bin
Al-Awam, dari Yusuf bin ‘Athiyyah, dari Abu Mu’awiyah adh-Dharir, dari Ismail
bin ‘Aliyah, Hajjaj Al-A’war dan Ulama-ulama lain di zamannya.
Al-Yazidi adalah orang yang
menggemblengnya. Dia sering kali mengumpulkan para fukaha dari berbagai penjuru
negeri. Dia memiliki pengetahuan yang sangat luas dalam masalah fiqih, ilmu
bahasa arab, dan Sejarah umat manusia. Saat dia menjelang dewasa, dia banyak
bergelut dengan ilmu filsafat dan ilmu-ilmu yang pernah berkembang di yunani
sehingga membuatnya menjadi seorang pakar dalam bidang ilmu ini. Ilmu
filsafat yang dia pelajari telah menyeretnya kepada pendapat yang
menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk.
Dia adalah tokoh Bani Abbasiyyah
yang paling istimewa dalam kemauannya yang kuat, kesabaran, keluasan ilmu,
kecemerlangan ide, kecerdikan, kewibawaan, keberanian dan ketolerannya. Dia
memiliki kisah hidup panjang yang penuh dengan kebaikan-kebaikan. Sayangnya
jejak kehidupannya yang demikian baik sedikit tercemari dengan peristiwa yang
menggemparkan saat dia mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk.
Tidak seorang pun dari khalifah Bani
Abbasiyyah yang lebih pintar darinya. Dia adalah seorang pembicara yang fasih
dan singa podium yang lantang. Tentang kefasihannya dia berkata, “Juru bicara
mu’awiyah adalah ‘Amr bin Ash, juru bicara Abdul Malik adalah Hajjaj, dan juru
bicara saya adalah diri saya sendiri.” Disebutkan bahwa di dalam Bani Abbas itu
ada Fatihah (pembuka), wastilah (penengah), dan Khatimah (penutup).
Adapun pembukanya adalah As-Saffah, penengahnya adalah Al-Makmun dan penutupnya
adalah Al-Mu’tadhid. [1]
- B.
Perluasan Daerah Islam Selama Pemerintahan Al-Ma’mun
Al-Makmun Khalifah Penyokong Ilmu
Pengetahuan dan menempatkan para intelektual dalam posisi yang mulia dan sangat
terhormat. Di era kepemimpinannya, Ke khalifahan Abbasiyah menjelma sebagai
adikuasa dunia yang sangat disegani. Wilayah kekuasaan dunia Islam terbentang
luas mulai dari Pantai Atlantik di Barat hingga Tem bok Besar Cina di Timur.
Dalam dua dasawarsa kekuasaannya, sang khalifah juga berhasil menjadikan dunia
Islam sebagai penguasa ilmu pengetahuan dan peradaban di jagad raya.
Khalifah Abbasiyah ketujuh yang
mengantarkan dunia Islam pada puncak penca paian itu bernama Al-Ma’mun. Ia di
kenal sebagai figur pemimpin yang dianuge rahi intelektulitas yang cemerlang.
Ia menguasai beragam ilmu pengetahuan. Kemampuan dan kesuksesannya mengelola
pemerintahan dicatat dengan tinta emas dalam sejarah peradaban Islam.
Berkat inovasi gagasannya yang
brilian, Baghdadibu kota Abbasiyah menjadi pusat kebudayaan dunia. Sang
khalifah sangat menyokong perkembangan aktivitas keilmuan dan seni.
Perpustakaan Bait Al-Hikmah yang didirikan sang ayah, Khalifah Harun Ar-Rasyid
disulapnya menjadi sebuah universitas virtual yang mampu menghasilkan sederet
ilmuwan Muslim ng melegenda.
Khalifah yang sangat cinta dengan
ilmu pengetahuan itu mengundang para ilmuwan dari beragam agama untuk datang ke
Bait Al-Hikmah. Al-Ma’mun menempatkan para intelektual dalam posisi yang mulia
dan sangat terhormat. Para filosof, ahli bahasa, dokter, ahli fisika,
matematikus, astronom, ahli hukum, serta sarjana yang menguasai ilmu lainnya
digaji dengan bayaran yang sangat tinggi.
Dengan insentif dan gaji yang sangat
tinggi, para ilmuwan itu dilecut sema ngatnya untuk menerjemahkan beragam teks
ilmu pengetahuan dari berbagai bahasa seperti Yunani, Suriah, dan San sekerta.
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, Al-Ma’mun mengirim seorang utusan khusus ke
Bizantium untuk mengumpulkan beragam munuskrip termasyhur yang ada di kerajaan
itu untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Ketika Kerajaan Bizantium bertekuk
lutut terhadap pemerintahan Islam yang dipimpinnya, sang khalifah memilih untuk
menempuh jalur damai. Tak ada penjarahan terhadap kekayaan intelektual
Bizantium, seperti yang dilakukan peradaban Barat ketika menguasai dunia Islam.
Khalifah Al-Ma’mun secara baikbaik meminta sebuah kopian Almagest atau
al-kitabu-l-mijisti (sebuah risalah tentang matematika dan astronomi yang
ditulis Ptolemeus pada abad kedua) kepada raja Bizantium.[2]
- C. Sistem
Ketatanegaraan Al-Makmun
Al-Makmun pengganti Ar-Rasyid, dikenal
sebagai Khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya
penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani
beliau Menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama
lain yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karyanya yang
terpenting adalah pembangunan bait al-hikmah, pusat penerjemahan yang
berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa
Al-Makmun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.[3]
Untuk mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan saat itu, Khalifah Al-Makmun memperluas Baitul Hikmah (Darul
Hikmah) yang didirikan ayahnya, Harun Ar-Rasyid, sebagai Akademi Ilmu
Pengetahuan pertama di dunia. Baitul Hikmah diperluas menjadi lembaga perguruan
tinggi, perpustakaan, dan tempat penelitian. Lembaga ini memiliki ribuan buku
ilmu pengetahuan.
Lembaga lain yang didirikan pada
masa Al-Makmun adalah Majalis Al-Munazharah sebagai lembaga pengkajian
keagamaan yang diselenggarakan di rumah-rumah, masjid-masjid, dan istana
khalifah. Lembaga ini menjadi tanda kekuatan penuh kebangkitan Timur, di mana
Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan ilmu pengetahuan dan puncak keemasan
Islam.
Sayangnya, pemerintahan Al-Makmun
sedikit tercemar lantaran ia melibatkan diri sepenuhnya dalam
pemikiran-pemikiran teologi liberal, yaitu Muktazilah. Akibatnya, paham ini
mendapat tempat dan berkembang cukup pesat di kalangan masyarakat.
Kemauan Al-Makmun dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan tidak mengenal lelah. Ia ingin menunjukkan
kemauan yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan dan filsafat tradisi Yunani. Ia
menyediakan biaya dan dorongan yang kuat untuk mencapai kemajuan besar di
bidang ilmu. Salah satunya adalah gerakan penerjemahan karya-karya kuno dari
Yunani dan Syria ke dalam bahasa Arab, seperti ilmu kedokteran, astronomi,
matematika, dan filsafat alam secara umum.
Ahli-ahli penerjemah yang diberi
tugas Khalifah Al-Makmun diberi imbalan yang layak. Para penerjemah tersebut
antara lain Yahya bin Abi Manshur, Qusta bin Luqa, Sabian bin Tsabit bin Qura,
dan Hunain bin Ishaq yang digelari Abu Zaid Al-Ibadi.
Hunain bin Ishaq adalah ilmuwan Nasrani
yang mendapat kehormatan dari Al-Makmun untuk menerjemahkan buku-buku Plato dan
Aristoteles. Al-Makmun juga pernah mengirim utusan kepada Raja Roma, Leo
Armenia, untuk mendapatkan karya-karya ilmiah Yunani Kuno yang kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Selain para pakar ilmu pengetahuan
dan politik, pada Khalifah Al-Makmun muncul pula sarjana Muslim di bidang
musik, yaitu Al-Kindi. Khalifah Al-Makmun menjadikan Baghdad sebagai kota
metropolis dunia Islam sekaligus pusat ilmu pengetahuan, pusat kebudayaan,
peradaban Islam, dan pusat perdagangan terbesar di dunia selama berabad-abad
lamanya.[4]
- D. Masa
Kejayaan Al-Makmun
Puncak kejayaan dinasti Abbasiyah
terjadi pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid dan anaknya Al-Makmun (813-833M).
Setelah ayahnya memerintah negara dalam keadaan makmur, kekayaannya melimpah,
dan keamanan terjamin, walaupun masihn adan juga pemberontakan.[5]
Dalam fase keemasan inilah lahir
berbagai ilmu Islam, dan telah diterjemahkan berbagai ilmu penting kedalam
bahasa Arab.[6] Ilmu-ilmu umum masuk kedalam
Islam melalui terjemahan dari bahasa Yunani dan Persia ke dalam bahasa Arab,
disamping bahasa india. Pada masa pemerintahan Al-Makmun, pengaruh Yunani
sangat kuat. Di antara para penerjemah yang masyhur saat itu adalah Hunain bin
Ishak, seorang kristen Nestorian yang banyak menerjemahkan buku-buku berbahasa
Yunani ke bahasa Arab. Ia menerjemahkan kitab Republik dari Plato, dan
kitab Katagori, Metafisika, Magna Moralia dari Aristoteles.
Lembaga pendidikan dimasa dinasti
Abbasiyah mengalami perkembangan dan kemajuan sangat pesat. Hal ini sangat
ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang
sudah berlaku sejak masa bani Umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan.
Disamping itu kemajuan tersebut paling tidak, juga ditentukan oleh dua hal,
yaitu sebagai berikut:
- Terjadi asimilasi antara bahasa
Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan
dalam bidang ilmu pengetahuan.
- Gerakan penerjemahan dilakukan
dalam tiga fase. Fase pertama pada Khalifah Al-Mansyur hingga Khalifah
Harun Ar-Rasyid dan Fase kedua berlangsung mulai Khalifah Al-Makmun hingga
Tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang
Filsafat dan kedokteran pada fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H,
terutama setelah adanya pembuatan kertas, selanjutnya bidang-bidang ilmu
yang diterjemahkan semakin meluas.[7]
- IV. KESIMPULAN
- Riwayat Hidup Al-Makmun
Al-Ma’mun Abdullah Abu Al-Abbas bin
Ar-Rasyid, dilahirkan pada tahun 170 H, tepat pada malam jum’at di pertengahan
bulan Rabi’ul Awwal. Ibunya adalah mantan budak yang kemudian dikawini oleh
ayahnya. Namanya Murajil, dia meninggal saat masih dalam keadaan nifas setelah
melahirkan Al-Ma’mun.
- Perluasan Daerah Islam Selama
Pemerintahan Al-Makmun
Wilayah kekuasaan dunia Islam
terbentang luas mulai dari Pantai Atlantik di Barat hingga Tembok Besar Cina di
Timur.
- Sistem Ketatanegaraan Al-Makmun
Al-Makmun pengganti Ar-Rasyid,
dikenal sebagai Khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa
pemerintahannya penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan
buku-buku Yunani beliau Menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen
dan penganut agama lain yang ahli.
- Masa kejayaan al-Makmun
Puncak kejayaan dinasti Abbasiyah
terjadi pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid dan anaknya Al-Makmun (813-833M). Setelah
ayahnya memerintah negara dalam keadaan makmur, kekayaannya melimpah, dan
keamanan terjamin, walaupun masihn adan juga pemberontakan. Dalam fase keemasan
inilah lahir berbagai ilmu Islam, dan telah diterjemahkan berbagai ilmu penting
kedalam bahasa Arab.
- V.
PENUTUP
Demikianlah makalah Sejarah
Peradaban Islam di masa Al-Makmun ini kami sampaikan, kami telah berusaha
maksimal dalam penulisan makalah ini, jika masih ada kesalahan dan kekurangan
di dalamnya. Kritik dan saran yang konstruktif senantiasa kami nantikan sebagai
bahan evaluasi. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar